MALANG – Kepolisian Resor (Polres) Malang, Polda Jawa Timur, menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan seorang pemuda di Karangploso, Kabupaten Malang. Wakapolres Malang, Komisaris Polisi Imam Mustolih, dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (13/9/2024) di Mapolres Malang, menyampaikan bahwa dari sepuluh tersangka, empat di antaranya adalah orang dewasa, sementara enam lainnya masih di bawah umur.
“Empat tersangka dewasa dan enam lainnya merupakan anak di bawah umur,” ungkap Kompol Imam.
Para tersangka dewasa tersebut adalah AR (19), AE (20), MA (19) dari Desa Ngenep, Karangploso, serta IC (25) dari Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sementara enam tersangka di bawah umur terdiri dari MAS (17), RAF (17), VM (16), PIA (15), RH (15), dan RFP (17), yang semuanya juga berasal dari Desa Ngenep, Karangploso.
Kasus pengeroyokan ini bermula dari sebuah kesalahpahaman terkait keanggotaan korban dalam Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), sebuah perguruan silat. Peristiwa tragis tersebut terjadi dalam dua kesempatan, yakni pada Rabu (4/9/2024) di lokasi latihan silat di Jalan Raya Sumbernyolo, Dusun Mojosari, Desa Ngenep, serta pada Jumat (6/9/2024) di Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Karangploso.
Awal mula kejadian ini terjadi ketika korban, ASA (17), seorang remaja asal Kepuharjo, Karangploso, mengunggah foto dirinya mengenakan atribut PSHT di status WhatsApp. Unggahan ini memicu salah satu tersangka, MAS (16), yang merupakan anggota PSHT, untuk mempertanyakan keaslian keanggotaan ASA. Setelah dikonfirmasi bahwa ASA bukanlah anggota resmi PSHT, ketegangan pun terjadi.
Korban kemudian diajak untuk mengikuti latihan silat di Desa Ngijo, yang kemudian berujung pada insiden kekerasan yang fatal. Dalam kejadian tersebut, salah satu tersangka menggunakan batu paving untuk memukul kepala korban. Korban yang mengalami luka serius sempat mendapatkan perawatan di Klinik Kesehatan setempat sebelum dirujuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Prasetya Husada.
Namun, setelah dirawat selama enam hari, ASA akhirnya meninggal dunia pada Kamis (12/9/2024) akibat pendarahan otak dan kerusakan sel otak pada bagian temporal kiri.
“Korban dirawat selama enam hari, tetapi nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada Kamis, 12 September 2024,” kata Kompol Imam.
Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, menambahkan bahwa para tersangka memiliki peran berbeda dalam pengeroyokan ini. Mereka melakukan penganiayaan dengan memukul korban di bagian ulu hati, kepala, dan tubuh. Pada insiden pertama, korban masih bisa pulang sendiri meski mengalami luka di tangan dan kaki. Namun, pada insiden kedua, korban tak mampu bertahan setelah menerima banyak pukulan di kepala.
Hasil visum menunjukkan bahwa korban meninggal dunia akibat pendarahan otak yang parah, disertai dengan kerusakan sel otak serta memar pada paru-paru.
“Para tersangka menggunakan berbagai benda, mulai dari sandal hingga batu, untuk menganiaya korban,” jelas AKP Muchammad Nur.
Atas perbuatannya, kesepuluh tersangka dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.